Minggu, 06 Juli 2025

Khotbah dari Kitab Ayub12: 7-10 Tema : Belajar dari Ciptaan Lain By Pnt. Theresya Rara Winarni

Bpk/Ibu/Sdr/anak-anak yang diberkati Tuhan Renungan kita pada malam hari ini adalah rangkaian percakapan ataupun boleh juga perdebatan antara Ayub dengan para sahabatnya. Dalam pasal 11 salah satu nama sahabat Ayub itu adalah Zofar. Percakapan ataupun perdebatan antara Ayub dengan teman-temanya itu adalah seputar ”Hikmat Allah” Kalau kita lakukan kilas balik kitab Ayub di pasal-pasal sebelumnya, terlihat bahwa teman-teman Ayub itu memahami bahwa agama tradisional itu mengajarkan kalau orang baik itu pasti akan mendapatkan ganjaran dan orang jahat itu akan mendapatkan hukuman. Orang baik itu hidupnya selalu mulus-mulus saja dan orang jahat itu hidupnya pasti penuh penderitaan’ Dengan pemahaman seperti itu, maka teman-teman Ayub itu lalu mengklaim Ayub, bahwa penderitaan yang dialami oleh Ayub itu sebagai bentuk hukuman Allah kepada Ayub itu sebagai bentuk hukuman Allah kepada Ayub karena dosa-dosa kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh Ayub. Pandangan teman-temannya yang seperti itu, jelas-jelas ditentang oleh Ayub. Menurut Ayub, pandangan teman-temannya itu sangat dangkal karena Ayub merasa tidak melakukan kejahatan dan memang tidak seharusnnya mendapatkan hukuman yang seberat itu. Ayub merasa telah melakukan, hal-hal yang baik dihadapan Allah. Maka ketika petaka menghampiri dirinya... anak-anak dan kekayaannya lenyap seketika, Ayub berkeluh kesah kepada Tuhan dan katanya, ya Allah kutukilah hari kelalaianku. Ayub katakan lagi kepada Tuhan, mengapa aku tidak mati ddalam rahim ibu atau putus nyawa pada saat kelahiranku Tetapi sekalipun Ayub berkeluh kesah dengan penderitaan berat seperti itu, Ayub tetap pasrah kepada rencana Tuhan,seraya menyatakan : Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan, Bpk/Ibu/Sdr yang diberkati Tuhan. Seperti yang telah saya sampaikan didepan pasal 12 yang menjadi renungan kita pada malam hari ini adalah bingkai rangkaian percakapan antara Ayub dengan teman-temannya ”bertanyalah kepada binatang, engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung diudara engkau akan diberikan ketenangan. Disini Ayub mau menggambarkan tentang hikmat dan kekuasaan Allah yang sangat besar dan tak terbatas, diantaranya adalah kehidupan binatang dan burung-burung di udara. Kehidupan unta di padang pasir misalnya. Bpk/Ibu/Sdr Unta memiliki ”punuk” Punuk unta itu berfungsi menyimpan cadangan lemak yang dapat dipecah menjadi air dan energi jika dibutuhkan sewaktu-waktu. Oleh sebab itu unta mampu bertahan hidup, walaupun berminggu-minggu tanpa minum air dan makan Unta dapat minum air sebanyak 100 liter hanya dalam 3 menit. unta juga memiliki bantalan yang tebal dilutut, kaki dan dada. Bantalan itu kasar dan tahan panas; sehingga unta dapat berbaring atau beristirahat dipadang pasir yang panas tanpa terbakar ataupun terluka. Unta juga memiliki kaki yang besar dan lebar. Sehingga unta dapat berlari dipadang pasir tanpa tenggelam dipadang pasir sekalipun unta juga dibebani barang-barang yang berat. Unta memiliki bulu mata yang panjang dan kelopak mata ketiga untuk melindungi mata unta kemasukan pasir. Unta memiliki bibir yang tebal sehingga memungkinkan makan dan mengunyah makanan/tumbuhan yang berduri tanpa mengakibatkan luka. Bp/Ibu/Sdr Gambaran yang singkat tentang unta tadi mau menjelaskan kepada kita, bahwa betapa besar hikmat kuasa Tuhan dalam menciptakan binatang seperti unta itu, Di padang pasir yang sangat kering dan ekstrim seperti itu; Allah memperlengkapi tubuh untuk secara sempurna, sehingga unta dapat hidup dan bahkan berkembang biak. Cerita binatang seperti unta itulah juga yang sepertinya mau diceritakan oleh Ayub kepada teman-temannya akan besarnya hikmat dan kuasa Tuhan. Ayub juga ibgin menggambarkan kehidupan burung diudara. Saya ambil contoh burung Frigate dan burung layang-layang Burung ini bisa terbang berminggu-minggu tanpa menyentuh tanah. Burung frigate bisa tetap berada di udara lebih dari 2 bulan tanpa menyentuh tanah. Burung ini memanfaatkan angin untuk melayang lebih lama tanpa harus mengepakkan sayap terlalu sering. Burung-burung ini punya cara unik menghemat energi selama penerbangan yang panjang. Mereka sering naik ke ketinggian tertentu, lalu meluncur turun perlahan sambil tidur sejenak. Teknik ini membantu mereka tetap bergerak maju tanpa mengeluarkan tenaga ekstra. Dengan strategi ini, mereka bisa mencapai tujuan tanpa kelelahan berlebihan meskipun jarak yang ditempuh cukup jauh. Tidur sambil terbang bukan Cuma soal menutup mata dan berharap tidak jatuh, tetapi juga harus menemukan posisi yang tepat agar tetap stabil saat melayang Bpk/Ibu/Sdr Gambaran keunikan seperti burung frigate seperti itu juga yang mana digambarkan oleh Ayub tentang kuasa dan hikmat Allah yang tak terbatas. Gambar tentang betapa besar hikmat dan kuasa Allah juga bisa dilihat dari bumi dan ikan di laut seperti yang di maksudkan dalam ayat 8. Ayub seperti mau katakan kepada teman-temannya, bahwa kalau mau lihat kebesaran kuasa dan hikmat Allah maka lihatlah bumi dan ikan di laut. Bpk/Ibu/Sdr yang terkasih Bumi adalah tempat kehidupan; dibumi lah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan hidup yang menghasilkan bahan-bahan makanan bagi makhluk hidup. Dari dalam bumilah air mengalir yang dibutuhkan untuk kehidupan setiap makhluk termasuk ikan-ikan. Dari perut bumi juga menghasilkan bahan-bahan pertambangan, minyak, emas, perak, tembaga, aluminium dll yang berguna untuk menopang kehidupan. Bahkan dari bumilah, manusia diciptakan oleh Allah dari debu tanah. Dan bumi dengan isinya itu semuanya adalah ciptaan Allah. Jadi Ayub mau katakan, bahwa kalau mau mengenal Allah, lihatlah bumi dan segala isinya termasuk ikan-ikan semuanya itu adalah ciptaan Allah. Bpk/Ibu/Sdr yang diberkati Tuhan Jadi apakah yang kita dapatkan dari renungan firman Allah pada sore/malam hari ini? Bpk/Ibu/Sdr Mengenal kebesaran kuasa dan hikmat Allah tidak melulu kita dapatkan dari kitab suci, atau alkitab saja. Mengenal dan memahami kebesaran Allah dapat kita peroleh dari ciptaan Allah termasuk didalamnya, binatang, burung diudara, bumi, ikan dan bahkan juga ciptaan Allah lainnya seperti yang saya sampaikan itu. Betapa besar hikmat dan kuasa Allah pencipta alam semesta beserta segala isinya itu. Lalu kenapa seringkali kita umat ciptaan Allah ini sering meragukan hikmat dan kuasa Allah, ketika misal gumul kita tidak dijawab oleh Allah. Dari renungan firman Allah pada sore/malam hari ini sudah seharusnya kita menaruh kepercayaan penuh atas hikmat dan kuasa Allah. Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, hikmat dan kuasaNya jauh lebih besar dari gumul kita, Bpk/Ibu/Sdr Hidup ini memang berat seperti kata Ayub : ”Bukankah manusia harus berjuang dibumi, dan hari-harinya seperti buruh upahan” Hidup ini memang berat Bpk/Ibu/Sdr layaknya kita itu seperti buruh upahan, Tetapi hal itu tidak harus kepercayaan kita kepada Allah sang pemilik kehidupan kita. Walaupun hidup ini berat , tetapi kita dapat katakan seperti kata Ayub : ” Allah lah hikmat dan kekuatan; Dialah yang mempunyai pertimbangan dan pengertian. Dialah kuasa dan kemenangan” Amin.

Khotbah Lukas 5:12-16 Tema Pilih Menyerah atau berserah By Pnt. Theresya Rara Winarni

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, Nampaknya ada dua tipe orang ketika menghadapi pergumulan berat. Pertama, tipe orang yang mudah menyerah. Kedua, tipe orang yang selalu berserah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ringkasan AI menyebutkan bahwa menyerah berarti pasrah tanpa melakukan apa-apa. Menyerah berarti berhenti berusaha dan pasrah tanpa melakukan apapun. Menyerah menunjukkan sikap tidak percaya kepada Tuhan dan kemampuan-Nya. Menyerah menyebabkan kehilangan pengharapan. Menyerah menunjukkan sikap apatis dan pesimis. Menyerah juga menunjukkan sikap putus asa. Sebaliknya, kata berserah berarti ada usaha yang maksimal untuk mengatasi masalah, lalu menyerahkan segala usahanya itu kepada Tuhan. Berserah berarti percaya bahwa Tuhan selalu ada pada pergumulannya. Berserah berarti selalu ada pengharapan. Berserah berarti tetap optimis, selalu ada jalan keluar. Berserah berarti tidak ada kata putus asa. Bapak, Ibu, Saudara yang terkasih, Renungan kita pada malam hari ini menggambarkan tipe orang yang berserah. Diceritakan dalam renungan malam ini, ketika Yesus berada dalam sebuah kota, ada seorang yang kulitnya penuh dengan penyakit menular. Dalam Alkitab terjemahan sebelumnya, penyakit menular ini disebut penyakit kusta. Ketika orang yang menderita penyakit kusta ini melihat Yesus, ia bersujud dan memohon: "Tuhan, jika Tuhan mau, Tuhan dapat mentahirkan aku." Bapak, Ibu, Saudara yang terkasih, Penyakit kusta adalah penyakit yang membuat orang sangat menderita. Bukan saja rasa sakit di raga, tetapi jiwa juga sakit. Bukan saja secara jasmaniah, tetapi secara rohani dan mental juga menjadi sangat menderita. Penyakit kusta atau lepra dapat mengakibatkan mati rasa pada kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, nyeri, kulit menjadi kaku dan kering, perubahan bentuk atau benjolan pada wajah dan telinga, kerusakan bentuk wajah, saraf membesar, otot melemah terutama di kaki dan tangan, alis dan bulu mata hilang permanen, mata menjadi kering dan jarang berkedip, bahkan bisa kehilangan tulang hidung, mengalami kebutaan, dan gagal ginjal. Bapak, Ibu, Saudara, Betapa menderitanya seseorang yang terjangkit penyakit kusta seperti itu. Itu baru penderitaan fisik. Belum lagi penderitaan rohani dan psikis. Orang yang menderita kusta diisolasi dari masyarakat. Penyakit ini menular, maka orang-orang menjauh dari penderita kusta. Di kalangan orang Yahudi, orang yang menderita penyakit kusta dianggap najis. Dalam Imamat 13:45 dikatakan: "Orang yang menderita penyakit kulit yang menajiskan harus mengenakan pakaian koyak-koyak, rambutnya terurai, dan ia harus menutupi bagian bawah mukanya, dan sambil berseru-seru: Najis, najis!" Dengan gambaran tersebut, dapat kita bayangkan betapa menderitanya seseorang yang terjangkit penyakit kusta. Namun, Bapak, Ibu, Saudara, Penderita kusta yang menjadi renungan kita malam ini bukan tipe orang yang mudah menyerah. Ia bukan orang yang putus asa, juga bukan pasrah terhadap nasib. Ia masih berusaha untuk mendapatkan kesembuhan. Ia masih memiliki sikap optimis, bahwa suatu saat akan ada kesembuhan. Penderita kusta ini tampaknya sudah mendengar tentang sosok Yesus—Pribadi yang punya kuasa untuk menyembuhkan. Dan ketika Yesus lewat di hadapannya, ia berkata: "Tuhan, jika Tuhan mau, Tuhan dapat menahirkan saya." Mendengar permintaan itu, Yesus mengulurkan tangan, menyentuh orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah tahir." Dan seketika itu juga, penyakit kulit itu meninggalkan dia. Ia sembuh. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, Kata "tahir" dalam Alkitab menunjukkan kondisi seseorang atau sesuatu yang bebas dari pencemaran atau kenajisan. Tahir memungkinkan seseorang untuk mendekati Allah dan berpartisipasi dalam ibadah. Sebaliknya, orang najis harus menjauhi tempat suci dan ritual keagamaan. Artinya, karena sudah dinyatakan tahir oleh Yesus, penderita kusta itu berhak kembali mengikuti ibadah dan ritual keagamaan. Maka Yesus berkata kepadanya: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan seperti yang diperintahkan Musa sebagai bukti bagi mereka." Dalam tradisi Yahudi, ketika seseorang sudah dinyatakan tahir, ia harus melapor kepada imam dan mempersembahkan korban penghapus dosa. Imam lalu akan melakukan ritual pendamaian bagi orang tersebut. Imamat 14:19 menyatakan: "Imam harus mempersembahkan korban penghapus dosa dan dengan demikian mengadakan pendamaian bagi orang yang akan ditahirkan dari kenajisannya. Sesudah itu ia harus menyembelih korban bakaran." Itulah yang dimaksud Tuhan Yesus mengenai hukum yang diperintahkan oleh Musa. Bapak, Ibu, Saudara yang diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, Renungan firman Tuhan malam ini—kisah penderita kusta—memberikan semangat bagi kita bahwa: Apa pun pergumulan kita, seberat apa pun masalah kita, tetap ada harapan. Semuanya akan berlalu. Kita akan memperoleh kelegaan. Jangan pernah menyerah dalam menghadapi pergumulan, tetapi selalu berserah kepada kebaikan dan pertolongan Tuhan. Seperti yang dicontohkan oleh penderita kusta itu: Jika dia percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yesus untuk kesembuhannya, apalagi kita yang beriman kepada Tuhan Yesus! Kita harus tetap memiliki keyakinan atas kuasa dan belas kasih Tuhan Yesus, Juru Selamat kita. Berikut adalah teks yang telah diperbaiki spasi dan paragrafnya agar lebih rapi dan mudah dibaca: Belas kasih atau belas kasih Tuhan Yesus yang ditunjukkan kepada penderita kusta itu, pasti juga ditunjukkan kepada kita semua ketika kita dalam pergumulan. Syaratnya hanya satu, yaitu percaya penuh atas kuasa Tuhan Yesus, seperti juga penderita kusta yang percaya penuh atas kuasa Tuhan Yesus. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, bulan Juni ini bagi GPIB adalah Bulan Pelayanan dan Kesaksian. Pelayanan dan kesaksian adalah ekspresi atau perwujudan iman Kristen. Pelayanan dan kesaksian adalah perwujudan kehadiran Allah yang Maha Pengasih dalam Kristus di dunia. Dalam pelayanan dan kesaksian, Allah mau menyapa dan berempati kepada: • mereka yang lapar, • mereka yang terpinggirkan, • mereka yang miskin, • mereka yang sakit, • mereka yang berkekurangan, • mereka yang menderita, • dan mereka yang membutuhkan uluran tangan dengan belas kasih serta kepedulian atas lingkungan hidup. Tuhan Yesus, Sang Pemilik Pelayanan, memberikan contoh dan teladan yang sempurna bagi kita semua, bagaimana hidup yang melayani sesama dan menjadi berkat bagi banyak orang. Bapak, Ibu, Saudara yang diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, di bulan pelkes ini Jemaat GPIB melaksanakan aksi bakti sosial. Jemaat GPIB Getsemani Malang, melalui Komisi Pelkes, melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis di GKJW Tambak Rejo, Kabupaten Malang, tanggal 8 Juni 2025. Tentu jemaat-jemaat di lingkup GPIB juga melaksanakan aksi bakti sosial sesuai dengan program masing-masing. Sebagai warga jemaat, tentu kita harus mendukung sepenuhnya aksi-aksi bakti sosial tersebut untuk mewujudkan kasih Allah bagi sesama. Kisah Nyata yang Menguatkan Iman Bapak, Ibu, Saudara yang terkasih, di bulan pelkes ini saya mau menceritakan kisah nyata yang dapat menguatkan iman kita. Pada tahun 1921, sepasang suami istri misionaris muda dari Swedia memutuskan untuk memberitakan Injil di pedalaman Afrika. David Flood dan istrinya, nama misionaris itu, mendatangi salah satu desa terpencil di Afrika. Sesampainya di desa terpencil itu, ternyata semua warga desa menolak kehadiran mereka karena menganggap para misionaris akan membawa kutuk. Satu-satunya orang yang diizinkan dijumpai oleh misionaris itu adalah seorang anak perempuan yang menjual telur. Istri misionaris itu berkata kepada suaminya, "Kalau memang hanya anak kecil yang bisa kita jangkau, maka biarlah kita layani dia dengan segenap kasih." Hari-haripun berlalu, tidak ada perkembangan. Hanya satu anak kecil penjual telur. Lalu istrinya melahirkan bayi perempuan. Tetapi istrinya jatuh sakit dan meninggal dunia. 17 hari kemudian, David Flood pun hancur hatinya. Ia pulang kembali ke Swedia dengan hati yang luluh lantak. David pun berkata, "Jangan lagi ada yang boleh menyebut Tuhan di hadapanku!" "Jangan lagi ada orang yang menyebut Tuhan di hadapanku!" David merasa tidak ada belas kasih dari Tuhan. Tuhan kejam terhadap dirinya. Ia merasa sudah memberikan dirinya untuk Tuhan, tetapi mengapa justru Tuhan mengambil istri yang dicintainya. David Flood merasa hidupnya dipenuhi kepahitan. Berikut adalah teks yang telah diperbaiki dengan struktur paragraf yang rapi, tanda baca yang sesuai, dan alur cerita yang mengalir dengan baik, cocok untuk dibacakan sebagai renungan atau refleksi: Puluhan tahun kemudian, desa yang dulunya menolak Injil kini penuh dengan orang-orang yang menyembah Yesus. Semuanya itu karena ada seorang pendeta yang melayani dengan setia di desa tersebut. Ketika ditanya, pendeta itu berkata, "Seorang perempuan telah membawa aku kepada Yesus ketika aku masih kecil. Dialah yang menjadi alasan semuanya itu terjadi." Sambil menunjuk ke sebuah makam tua, ia berkata, "Perempuan itu adalah istri misionaris yang dahulu datang ke desa ini." Bapak, Ibu yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus, Pendeta itu ternyata adalah anak kecil penjual telur yang dahulu satu-satunya dilayani oleh misionaris dan istrinya. Anak kecil itu bertumbuh dalam iman, menjadi pelayan Tuhan, dan mengabarkan Injil Kristus hingga kepala suku di desa itu pun akhirnya bertobat. Sementara itu, David Flood, misionaris muda yang kini telah menjadi tua, masih menyimpan kepahitan dalam hidupnya. Namun ketika ia mendengar kisah anak perempuan kecil penjual telur yang kini menjadi pendeta dan telah membawa ribuan orang kepada Kristus, ia pun menangis. Air mata kepedihan berubah menjadi sukacita dan damai sejahtera. Benih yang dulu ia dan istrinya tanam dengan penuh air mata, kini telah tumbuh menjadi ladang tuaian yang memberkati banyak jiwa. Pemazmur berkata: "Orang-orang yang menabur dengan air mata, akan menuai dengan sorak-sorai." (Mazmur 126:5) Bapak, Ibu yang diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, Jangan remehkan air mata kita. Air mata yang tertumpah untuk keluarga, untuk pelayanan, untuk sesama, untuk hidup yang kadang terasa berat dan tidak adil. Hidup memang tidak mudah. Pergumulan datang silih berganti, seperti badai yang tak kunjung reda. Namun pesan firman Tuhan malam hari ini, Janganlah menyerah! Percayalah, kita akan menuai dengan sorak-sorai, Karena selalu ada Tuhan Yesus di setiap pergumulan kita. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin

Khotbah 1 Petrus 4:12-16Tema: Bersukacita Dalam Penderitaan By Pnt. Theresya Rara Winarni

Shalom, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus. Tema renungan kita malam hari ini adalah "Bersukacita dalam Penderitaan", sesuai dengan sabda bina umat yang juga selaras dengan judul dalam Alkitab: "Menderita sebagai Orang Kristen." Saudara-saudara, jika kita ditanya: apa simbol utama dalam kekristenan? Tentu banyak di antara kita akan menjawab: salib. Dan memang benar, salib adalah simbol utama iman kita. Tetapi, apa makna salib itu? Salah satu maknanya adalah penderitaan: penderitaan Kristus, penderitaan karena Kristus, dan penderitaan di dalam Kristus. Kita melihat banyak contoh penderitaan karena iman Kristen, baik di sekitar kita maupun di belahan dunia lain. Ada gereja yang dibakar, ibadah yang dibubarkan, kegiatan rohani seperti retret yang dipaksa dihentikan. Ada juga orang Kristen yang dikucilkan dari jabatan karena imannya, atau menjadi sasaran ejekan dan diskriminasi. Ini semua bukanlah hal baru. Sejarah mencatat penderitaan umat Kristen dari masa ke masa. Contoh nyata: • Tahun 2003, kelompok ISIS menghancurkan gereja dan membunuh orang-orang Kristen di Irak dan Suriah. • Komunitas Kristen di Suriah menyusut drastis akibat kekerasan dan penindasan. • Sejak 2003–2024, ribuan orang Kristen di Nigeria dibunuh dan diculik oleh Boko Haram dan kelompok ekstrem lainnya. • Terakhir, 12 Februari 2025, 70 orang Kristen dibantai di gereja oleh militan ADF di Kongo. Saudara-saudara, Rasul Petrus dalam suratnya mengingatkan kita: "Saudara-saudara yang terkasih, janganlah heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian." (1 Petrus 4:12) Rasul Petrus memahami betapa berat penderitaan jemaat Kristen waktu itu, khususnya di Asia Kecil. Ia menggambarkan penderitaan itu sebagai "nyala api"—dalam bahasa Yunani disebut purosis, yaitu api yang digunakan untuk memurnikan emas. Emas mentah harus dibakar dalam suhu 1100–1200°C agar menjadi emas murni yang berkilau. Begitulah penderitaan yang kita alami karena Kristus—adalah sarana untuk memurnikan dan menguji iman kita. Karena itu, Rasul Petrus berkata: bersukacitalah. Mengapa kita harus bersukacita ketika menderita karena Kristus? Karena: • Kita mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. • Kita menerima ujian iman yang menghasilkan kemurnian hati. • Dan yang paling penting: roh kemuliaan, yaitu Roh Allah, tinggal dalam kita. "Berbahagialah kamu jika kamu dicela karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah, ada padamu." (1 Petrus 4:14) Kita tidak perlu malu jika: • Ibadah kita dibubarkan. • Gereja kita dirusak. • Kita dihina karena iman kita. Namun, kita harus malu jika menderita karena kejahatan: mencuri, korupsi, menganiaya, memfitnah, atau membunuh. Itu bukan penderitaan karena Kristus, melainkan karena dosa. Sebaliknya, jika kita tetap teguh dalam iman di tengah penderitaan karena Kristus, maka iman kita akan berkilau seperti emas murni. Kita akan menjadi saksi yang hidup, bahwa Tuhan hadir dan menyertai kita dalam penderitaan itu. Saudara-saudara yang terkasih, Kekristenan memang lekat dengan penderitaan. Tapi jangan gentar. Jangan heran. Sebaliknya, bersukacitalah! Karena: • Dalam penderitaan karena Kristus, kita dimurnikan. • Dalam penderitaan karena Kristus, kita diteguhkan. • Dalam penderitaan karena Kristus, roh kemuliaan hadir dalam kita. Sebagai penutup renungan malam ini, mari kita bersama membaca firman Tuhan dari Matius 5:11: “Berbahagialah kamu, jika karena Aku, orang mencela dan menganiaya kamu serta memfitnah kamu dengan segala yang jahat.” Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.